BAPPEDA JABAR - Harga Mati, Kolam Jaring Apung di Waduk Jatigede Tetap Dilarang
Harga Mati, Kolam Jaring Apung di Waduk Jatigede Tetap Dilarang
14 December 2015 18:56

SUMEDANG, (PRLM).- Pelarangan pengelolaan budidaya ikan Kolam Jaring Apung (KJA) di genangan Waduk Jatigede, sudah harga mati. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Pelarangan itu ditegaskan langsung oleh Kepala Satuan Kerja (Satker) Projek Pembangunan Waduk Jatigede, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Airlangga Mardjono ketika dihubungi melalui telefon, Senin (14/12/2015).

Kendati sebelumnya Satker sudah melarang pembuatan KJA, desakan dan aspirasi dari masyarakat yang ingin membuat KJA di genangan Waduk Jatigede cukup kuat. Bahkan sebelumnya, Asosiasi Perikanan Sumedang (ASP) sempat melakukan audiensi dengan DPRD dan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kab. Sumedang.

Aspirasi mereka akan diajukan oleh Dinas Pertanian dan DPRD ke Kementerian PUPR. Aspirasi tersebut, dengan pertimbangan pengelolaan budidaya ikan KJA akan dilakukan dengan tekhnologi ramah lingkungan dan jumlahnya akan dibatasi tak lebih 10 persen dari total luas genangan Waduk Jatigede 4.980,3 hektare.

Belum juga ada ada keputusan dari Kementerian PUPR, sudah muncul isu di masyarakat bahwa Kementerian PUPR nantinya akan memperbolehkan pengelolaan KJA di Waduk Jatigede. Hal itu, setelah Waduk Jatigede sudah dioperasionalkan selama dua sampai tiga tahun. Sebab, pengajuan KJA sekarang ini dinilai masih terlalu dini. Apalagi, proses pengisian air waduk hingga kini masih berlangsung. Kondisi itu, seperti yang dulu terjadi di Waduk Jatiluhur, Purwakarta.

“Terlepas informasi di luaran seperti itu, pelarangan pengelolaan budidaya ikan KJA itu, harga mati. Saya tidak setuju dengan pengelolaan KJA di Waduk Jatigede. Kami tetap pada keputusan sebelumnya, genangan Waduk Jatigede hanya boleh dimanfaatkan untuk perikanan tangkap,” kata Airlangga Mardjono menegaskan.

Menurut dia, Satker mempersilakan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan termasuk DPRD Kab. Sumedang yang akan mengajukan aspirasi APS langsung kepada Kementerian PUPR. Akan tetapi, Satker tetap tidak setuju dengan pembuatan KJA tersebut. “Terlepas keputusan dari Kementerian PUPR nantinya seperti apa? Kami tetap tidak setuju dengan pengelolaan KJA di Waduk Jatigede,” kata Airlangga menegaskan.

Pelarangan pengelolaan budidaya KJA di Waduk Jatigede, lanjut dia, karena keberadaannya akan menimbulkan pencemaran air serta pendangkalan di Waduk Jatigede. Terlebih pemanfaatan air Waduk Jatigede itu, selain akan mengairi saluran irigasi di lahan sawah seluas 90.000 hektare di wilayah utara Jabar, seperti Cirebon, Indramayu dan Majalengka, juga akan dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih sebesar 3.500 liter per detik di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. “Pengelolaan KJA, dampaknya akan mencemari air waduk,” ujarnya.

Menyinggung ultimatum Satker yang akan menangkap warga yang memancing ikan memakai perahu, ia meluruskan bukan menangkap, melainkan mengimbau kepada warga untuk sementara tidak memancing ikan menggunakan perahu. Sebab, disaat proses pengisian air waduk masih berlangsung, kondisi tinggi muka air dan tebing badan bendungannya dinilai belum stabil. Kondisi itu bisa membahayakan masyarakat yang memancing ikan memakai perahu di tengah waduk. Apalagi di saat musim hujan, aliran Sungai Cimanuk yang masuk ke wilayah genangan sangat deras dan bisa menimbulkan pusaran air.

“Memancing pakai perahu sampai ke tengah waduk boleh-boleh saja, tapi tunggu nanti setelah air waduknya penuh. Kalau di saat proses pengisian waduk masih berlangsung, sangat berbahaya bahkan bisa mencelakakan warga sendiri. Imbauan kami ini, untuk keselamatan masyarakat juga,” tuturnya.

Copyright © Humas Bappeda Provinsi Jawa Barat 2022