Bandung, Bappeda Jabar.- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memberi pesan khusus kepada para bupati, wali kota, kepala organisasi perangkat daerah (OPD) provinsi dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kabupaten/kota yang membidangi bidang lingkungan hidup di Jawa Barat. Pesan tersebut disampaikan saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Kabupaten/Kota se-Jawa Barat di gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, Jalan Ir H Djuanda 287 Bandung, Rabu, 10 Februari 2016.
Kita harus menjaga keseimbangan alam, keseimbangan lingkungan hidup. Itulah hakikat pembangunan berkelanjutan atau sutainable development. Ketika kita membangun lingkungan secara berkelanjutan, maka sama dengan menjamin masa depan generasi muda kita, masa depan anak cucu kita, tegas Gubernur.
Gubernur yang akrab disapa Aher tersebut mengingatkan pesatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia maupun dunia. Untuk menambah 1 miliar penduduk dunia, sambung Aher, hanya diperlukan waktu 3-4 tahun. Untuk Indonesia, jumlah penduduk bertambah sebanyak penduduk Singapura setiap tahunnya. Ada 4,5-5 juta bayi lahir di Indonesia setiap tahunnya. Penduduk Jawa Barat sendiri bertambah sekitar 800 ribu-1 juta orang setiap tahunnya.
Pertambahan penduduk Jawa Barat setiap tahunnya sama dengan jumlah penduduk satu negara Kuwait, imbuh Heryawan.
Karena itu, Aher meminta agar pembangunan di Jawa Barat memperhatikan aspek kependudukan tersebut. Hal ini penting karena daya dukung lingkungan hidup memiliki keterbatasan. Tanpa mempertimbangkan kesinambungan, maka pembangunan hanya akan merugikan generasi yang akan datang. Padahal, penduduk yang banyak tersebut merupakan investasi pembangunan. Penduduk jangan sampai menjadi beban kemanusiaan atau beban bagi lingkungan maupun beban kehidupan secara keseluruhan.
Mengutip pernyataan bekas Perdana Inggris Tony Blair, Heryawan meyakini masyarakat maupun pemerintah sudah mengetahui masalah yang dihadapi sekaligus solusi yang harus diambilnya. We know the problem, and we know the solution. Sustainability development, kata Aher mengutip Blair.
Tinggal political will, kemauan politik. Problematika kita tahu, solusi kita tahu. Solusinya adalah pembangunan berkelanjutan. Tinggal politcal will, mau atau tidak. Itu persoalannya, Aher menandaskan.
Menurutnya, kerusakan lingkungan hidup sudah pada fase merusak sumber kehidupan utama: udara dan air. Manusia seringkali tidak pernah menghitung nilai atau valuasi air dan udara. Padahal, air dan udara sangat mahal. Hanya karena dua sumber tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan secara gratis, maka manusia tidak pernah menghitung valuasi itu.
Ada yang kirim pesan ke saya melalui WA (WhatsApp, red). Harga oksigen di rumah sakit itu Rp 25 ribu per liter untuk end user atau konsumen akhir, dalam hal ini pasien. Setiap hari manusia menghirup 2.280 liter oksigen. Adapun harga nitrogen adalah Rp 10 ribu per liter. Kebutuhan manusia terhadap nitrogen adalah 11.376 per liter per hari. Jika dikalikan kebutuhan oksigen dan nitrogen tersebut dengan harga di atas, maka kalau divaluasikan atau dikuantifikasi kita memerlukan Rp 185 juta per hari. Berarti dalam sebulan kita membutuhkan Rp 5,5 miliar. Itulah harga oksigen dan nitrogen saja, belum harga air dan harga lain-lainnya. Itulah harga kehidupan, papar Heryawan.
Aher lebih lanjut menjelaskan, mensyukuri nikmat Tuhan yang paling sederhana ialah dengan memanfaatkan tanpa merusak. Ini yang dimaksud sustainable development, melakukan sebuah tindakan pembangunan, kegiatan perekonomian, yang hasilnya dimanfaatkan untuk kehidupan untuk kesejahteraan tanpa ada kerusakan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan memiliki indeks pembangunan 1. Bila sebuah daerah memiiki indeks pembangunan 1, maka bisa dipastikan pembangunan atau kegiatan perekonomiannya sudah sustainable development. Tidak ada kerusahakan lingkungan sama sekali.
Ternyata di bumi ini, termasuk di Jawa Barat, indeksnya kurang dari 1. Berarti bisa disaksikan dengan kasat mata dan penuh keyakinan. Yakin itu 100 persen. Pembangunan kita hari ini yakin merusak lingkungan. Ini dosa masalahnya. Dosa bukan hanya karena meninggalkan salat, zakat, dan puasa saja atau misalnya melakukan kemaksiatan. Melakukan perusakan lingkungan tanpa memperbaiki padahal kita memiliki kewenangan juga dosa, tandas Aher.(NJP)