Bandung, Antarajabar.com.- Gubernur Jawa Barat mencanangkan sensus atau pendataan ekonomi 2016 untuk wilayah Jawa Barat ditandai dengan Apel Siaga Sensus Ekonomi 2016 di Halaman Gedung Sate Bandung, Minggu. Sensus Ekonomi merupakan pendataan terhadap semua data ekonomi, baik yang berskala ekokomi besar, sedang, kecil hingga mikro, termasuk di dalamnya jumlah tenaga kerja yang diserap, output yang dihasilkan, upah buruh, dan sebagainya. Gubernur Jawa Barat mengungkapkan, bahwa sensus ekonomi ini merupakan sensus paling kompleks dengan responden yang bervariasi. “Hal ini dikarenakan pelaksanaan sensus akan mencakup 19 sektor ekonomi, yang diperkirakan akan melibatkan 28 juta pelaku usaha di 34 provinsi, 98 kota, 433 kabupaten, 6.989 kecamatan, dan 23.169 desa,” kata dia. Diharapkan, kata dia, sensus ekonomi ini mampu memberikan iformasi valid mengenai data kegiatan ekonomi di Jawa Barat sebagai pondasi untuk membuat perencanaan dan kebijakaan yang lebih terarah dan tepat sasaran, terlebih lagi saat ini Indonesia telah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean. “Indonesia dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan agar Indonesia dapat merebut peluang atas keterbukaan arus barang, jasa, serta modal yang berlaku antar-negara Asean, sehingga MEA dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional,” katanya. Oleh karenanya, lanjut Aher, Provinsi awa Barat harus mampu merumuskan serta mengimplementasikan kebijakan yang tepat dalam rangka penguatan daya saing para pelaku usaha, khususnya UMKM. “Untuk itu, sangat dibutuhkan informasi yang mampu menggambarkan secara lengkap, valid, dan mutakhir tentang level, struktur, karakteristik, serta daya saing dari semua skala usaha atau kegiatan ekonomi non-pertanian di Jawa Barat, sebagai pondasi perencanaan yang lebih terarah dan kebijakan yang lebih tepat sasaran,” kata Aher. Pihaknya meminta kepada BPS untuk memperbaiki data kegiatan ekonomi di Jawa Barat, seperti jumlah dunia usaha, produktivitas, jumlah tenaga kerja, hingga kegiatan ekspor industri pengolahan nasional dimana 53 persen-nya ada di Jawa Barat. Ia mengatakan Dalam skala nasional, kontributor terbesar untuk PDB nasional berasal dari sektor industri pengolahan atau manufacturting industry yang mencapai 41 hingga 43 persen dan sebanyak 53 persen ndustri pengolahan nasional ada di Jawa Barat – yang artinya separuh industri pengolahan nasional berasal dari Jawa Barat. “Tetapi meskipun PDB Nasional kita berasal dari industri pengolahan atau 43 persennnya dan separuh lebih manufacturing industry ada di Jawa Barat, tetapi ketika diurus secara nasional Jawa Barat selalu berada di rangking ketiga setelah Jakarta dan Jawa Timur,” kata Aher. “Saya khawatir ada kesalahan, mudah-mudahan Pak Kepala BPS Jawa Barat bisa mengoreksi kesalahan tersebut. Karena saya khawatir pabriknya, industrinya ada di Karawang, ada di Bekasi tapi kantor pusatnya ada di Jalan Thamrin, Jalan Sudirman (Jakarta), sehingga PPH badannya masuk di Jakarta, prosentase DAU DAK-nya, penimbangannya masuk di Jakarta,” ujarnya. “Kemudian pada saat yang bersamaan ketika diekspor ¿ ekspornya tidak tercatat sebagai ekspor Jawa Barat namun ekspornya Tanjung Priok yang ikut Jakarta. Saya khawatir seperti itu,” lanjut Aher. Menurut dia, apabila hal tersebut terjadi akan berdampak luas pada catatan ekonomi di Jawa Barat dan jika hitung-hitungan PDRB salah, maka hal tersebut akan berdampak pula pada kesalahan hitung angka pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, hingga angka pengangguran di Jawa Barat. Untuk itu, Aher menghimbau kepada semua pihak baik instansi pemerintah, para pelaku ekonomi, para akademisi, asosiasi, dan seluruh elemen masyarakat Jawa Barat untuk membantu dan mengambil peran secara aktif sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, demi suksesnya Sensus Ekonomi 2016 secara nasional, khususnya di Jawa Barat.