Inilah, Bandung.- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat akan kembali mempersembahkan gelaran Gotrasawala di 016. Ini merupakan kali keempat Gotrasawala digelar. Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, Gotrasawala adalah festival dan seminar seni budaya pesisir Jawa Barat dalam perspektif sejarah, masa kini, dan masa depan. Melalui Gotrasawala, Jawa Barat diharapkan dapat menempatkan posisi budayanya pada khazanah internasional. “Gotrasawala itu memang punya format ‘past, present, and future’. Di dalamnya ada seni musik, tari, maupun teater. Jadi selain pelestarian (budaya), juga ada pengembangan,” kata Deddy pada konferensi pers di Ruang Rapat Papandayan Gedung Sate Kota Bandung, Selasa (09/08/2016). Dia menjelaskan, sesuai dengan konsep itu, pada sejarahnya di abad ke-17, Pangeran Wangsakerta di Cirebon sudah memiliki pemikiran visioner. Pemikirannya terwujud dengan terjadinya peristiwa ‘Gotrasawala’, yaitu sebuah pertemuan para tokoh internasional. Seperti para sejarawan, budayawan dan agamawan yang selama 22 tahun membahas secara serius konstruksi sejarah raja-raja di nusantara. Di masa kini, atau ‘present’, Gotrasawala diselenggarakan sebagai usaha meneruskan apa yang telah dipelopori oleh Wangsakerta. Sementara ke depan, atau ‘future,’ Gotrasawala akan menjadi wadah berbagai eksplorasi, kreativitas seni-budaya di wilayah Jawa Barat, dan mengangkatnya ke panggung internasional. “Jadi bukannya mengambil seni dari luar ke dalam, tapi bagaimana apa yang kita miliki bisa ‘nge-blend’ (berbaur) ke dunia internasional. Inilah yang kita harapkan. Jadi kita tidak tertinggal dari segi seni, yang ada di Jawa Barat ini untuk go internasional,” kata Deddy. Selama digelar setiap tahunnya sejak 2013, dia mengklaim Gotrasawala telah berhasil menghubungkan seniman-budayawan lokal dan internasional. Sebut saja nama Larry Reed di bidang teater, Peter Chin di bidang tari, dan Ana Alcaide di bidang musik. Berkolaborasi dengan seniman Jawa Barat, mereka menghasilkan karya kerja sama yang sangat unik, yakni pembauran seni bercitarasa Jawa Barat, Amerika, Kanada, dan Eropa. Di bidang musik, bekerja sama dengan para seniman ISBI, Ana Alcaide telah menelurkan sebuah album yang sukses menduduki tangga lagu dunia di Eropa. Pada akhir 2015, album bertajuk ‘The Tales of Pangae’ dinobatkan sebagai album terbaik ke-27 di antara ribuan album ‘World Music’ yang beredar di seluruh dunia. Alhasil grup bernama Gotrasawala Ensemble & Ana Alcaide kerap diundang tampil di panggung dunia. Contohnya Sharq Taronalari di Samarkand, Uzbekistan, hingga panggung International Sori Festival di Jeonju, Korea. Dia menambahkan, tahun ini Gotrasawala akan mencoba memadukan para pemusik Cirebon dengan maestro Kora (alat musik tradisional Afrika) dari Senegal, Vieux Cissokho, juga seorang penyanyi kelas dunia, Maryama Kouyate. “Ada kolaborasi yang kita lakukan, kita lihat potensinya di sana. Saya kira untuk kepariwisataan juga harusnya secara bertahap bisa berkembang. Kita kan memang harus menyiapkan event-event apa yang menarik perhatian bagi wisatawan. Itulah dampak kepariwisataan yang diharapkan,” tutur Deddy. Adapun panggung Folk Festival yang juga merupakan bagian kegiatan Gotrasawala, akan menampilkan banyak penampilan seni yang melekat pada kehidupan masyarakat pesisir Jawa Barat. Folk Festival juga akan dirangkaikan dengan kegiatan pasar murah bertajuk JakCloth. Direktur Gotrasawala Franky Raden menuturkan, Gotrasawala akan mengangkat topik Kerajaan Tarumanagara. Topik itu akan dikupas dari sudut pendang seorang novelis Okki Judanagara, arkeolog Prof. Hasan Djafar, dan sejarawan Dr. Yosef Djakababa. “Khusus untuk seminar yang bertopik Kerajaan Tarumanagara ini, kami akan menghadirkan 50 wakil raja dari seluruh Nusantara untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam seminar,” kata Franky. Sedangkan topik terkait berbagai masalah seni pesisir kontemporer di wilayah Jawa Barat, akan hadir sebagai pembicara Dr. Jakob Soemardja, Embie C. Noer, dan Nurdin M. Nur. Khusus mengenai prospek kesenian Cirebon di dunia internasional, akan turut berbicara Dr. Eric North dari AS, berbekal pengalamannya menekuni dan mempromosikan gamelan Cirebon di Amerika.