Bidang Fisik Bappeda Provinsi Jawa Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan ke-7 mengenai perumusan rencana pembangunan dan peningkatan bidang sosial dan budaya wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran 2025. Dr. Ir. Heru Purboyo Hidayat, DEA menjadi pemimpin rapat, turut hadir Dr. Uton Rustan (Fakultas Teknik Unisba) dan Dr. Chairil Siregar (ITB) sebagai narasumber dalam FGD tersebut. Para OPD yang hadir diantaranya Bappeda Kabupaten Pangandaran, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. Dalam pembukaan forum, Dr. Ir. Heru Purboyo Hidayat, DEA., selaku pimpinan rapat menyampaikan bahwa di Pangandaran terdapat kawasan tertinggal dan cepat tumbuh. Selain itu, mengacu pada pertumbuhan pendudukan saat ini, bayangan bahwa Pangandaran akan menjadi pusat pertumbuhan, beberapa pakar meragukan hal ini. Dr. Ir. Heru Purboyo Hidayat, DEA., pun mengingatkan bahwa Pangandaran merupakan daerah rawan bencana dan di beberapa tempat rawan longsor. Narasumber Dr. Uton Rustan mengatakan bahwa terdapat Pangandaran memiliki 88 kawasan strategis pariwisata nasional dan 222 kawasan pengembangan pariwisata serta 50 destinasi pariwisata. Masalah yang saat ini muncul di Pangandaran adalah P3KT (Pembangunan Infrastruktur Terpadu). “Pangandaran belum maju menjadi wisata professional seperti di Bali dan masyarakatnya sudah kehilangan jati diri. Masyarakat di sana bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani gula aren. Gula aren kurang menarik bagi para wisatawan. Namun jika gula aren diolah menjadi brown sugar maka nilai ekonomis dari gula tersebut akan naik dan peluangnya besar karena hotel-hotel banyak menggunakan brown sugar”, ujar Dr. Uton Rustan. Potensi Pangandaran adalah pantainya indah, landai, luas dengan pemandangan samudera yang luas. Untuk pecinta alam, Pangandaran memiliki gua-gua dan rawa untuk dijelajahi. Namun pemeliharaannya saat ini kurang baik. Industri rumahan lokal yang ada di Pangandaran adalah produksi gula merah, tahu, ikan asin, kerupuk, pandai besi, obat tradisional (dari minyak kelapa : coconut virgin oil), kerajinan kayu, dll. Dari segi pariwisata, Pangandaran berada pada posisi carrying capacity tourism overshoot yang artinya sudah menurun sekali akibat perawatan lingkungan yang kurang baik juga kawasan wisata lokal yang over density. Dr. Chairil Siregar selaku pakar sosiologi pariwisata mengatakan bahwa daerah wisata perlu didukung oleh dinas-dinas lain, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan dan Kelautan. Selama beberapa tahun Pangandaran pengembangannya stagnan. Aspek mentalnya harus dibangun, terutama mental wirausaha. Perwakilan dari Bappeda Pangandaran menyebutkan di Pangandaran masalah utamanya adalah sampah. Khususnya di lokasi pariwisata Pangandaran, masalah sampah belum dapat ditangani dengan baik. Dan ini membuat wisatawann asing dan lokal enggan masuk ke Pangandaran. Masalah yang kedua adalah pencermaran air. Limbah dari perhotelan dan rumah makan masih dibuang ke sungai. Lebih lanjut lagi, menurut Dr. Ir. Heru Purboyo, DEA., perlu dibuat segregasi antara daerah wisata massal dan khusus dan menggunakan Bali sebagai tolak ukur pengembangan Pangandaran serta melibatkan pihak provinsi dan tenaga ahli untuk pengembangan Pangandaran.