BAPPEDA JABAR - Demiz Minta Komitmen Kabupaten/Kota Bentuk LTSP
Demiz Minta Komitmen Kabupaten/Kota Bentuk LTSP
20 April 2017 16:14

BANDUNG – Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal menimbulkan pelanggaran dalam proses administrasi, pengiriman, serta penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Pemalsuan dokumen, manipulasi tes kesehatan, dan bentuk penyimpangan lainnya akan menimbulkan kerugian bagi TKI serta negara, sehingga akan meningkatkan keberangkatan TKI ilegal atau nonprosedural.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov Jawa Barat berupaya untuk meminimalkan dan bahkan menghilangkan praktik ilegal ini melalui pembentukan Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) TKI. Pembentukam LTSP ini bertujuan memberikan pelayanan adminsitrasi secara singkat, efektif, dan efisien bagi para Calon TKI (CTKI), PPTKIS, dan instansi terkait lainnya. Melalui perbaikan tata kelola layanan ini diharapkan setiap CTKI melalui proses rekrutmen, pelatihan, penempatan, perlindungan, dan pemulangan secara resmi. Dengan kata lain, LTSP hadir untuk memperkecil peluang terjadinya TKI berkasus di negara penempatannya masing-masing.

Pemprov Jawa Barat terus mendorong pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat agar memiliki LTSP, terutama bagi kabupaten pengirim TKI. Ada sembilan kabupaten di Jabar sebagai pengirim TKI terbesar. Namun, upaya pembentukan LTSP ini belum diterapkan secara serius oleh pemkab karena hanya satu kabupaten yang sudah memiliki LTSP, yaitu Indramanyu. Sementara tiga kabupaten (Subang, Karawang, dan Sukabumi) secara fisik LTSP-nya telah siap namun belum dapat dipakai karena tidak ada sumber daya manusia, serta lima kabupaten lainnya masih dalam tahap persiapan.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) meminta komitmen pemerintah kabupaten agar bisa segera membentuk LTSP. Apabila diperlukan, kata Wagub pihak Pemprov Jawa Barat akan siap membantu dalam hal pendanaan. Wagub Demiz mengungkapkan hal tersebut dalam rapat evaluasi Tata Kelola Pelayanan TKI dan Pembentukan LTSP Provinsi Jawa Barat di Ruang Papandayan Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Kamis (6/4/17).

“Kabupaten tinggal bikin proposalnya saja, dikasih nanti sama provinsi. Ga ada masalah ini. Saya khawatir ini tidak dilakukan karena memang ada celah manipulasi yang menjadi sumber penghasilan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Saya ngomong apa adanya saja, ya,” ungkap Demiz dalam rapat.

“Buatlah proposal apa yang dibutuhkan untuk LTSP disana (kabupaten). Karena yang buat proposal harus kita bantu, ga ada hambatan kan. Kenapa? Apa persoalannya ga bisa membuat proposal LTSP? Peralatannya kah, gedungnyakah, yang penting ada tanahnya kan. Kedua juga orang (SDM). Komitmen, ini kembali pada komitmen,” pintanya tegas.

Wagub mencontohkan LTSP di Kabupaten Indramayu yang menurutnya sudah siap dan bisa dijadikan contoh LTSP TKI di Jawa Barat. LTSP disana bisa menghemat biaya administrasi TKI hingga 40% untuk mengurus perizinan dan lain sebagainya bagi setiap TKI.

“TKI ini perlu perlindungan dan pelayanan yang cepat. Tadi di evaluasi di Indramayu dengan yang sudah berjalan ini mereka menghemat biaya 40 persen untuk perizinan segala macem. Hampir 4 jutaan dari 10 juta tiap TKI. Ini kan menguntungkan bagi tenaga kerja kita. Kedua juga, artinya mereka berangkat dengan legal,” ujar Demiz usai membuka rapat.

“Yang saya khawatirkan ini sengaja tidak dipercepat karena memang membiarkan kelompok-kelompok ilegal tadi beroperasi terus. Ini kan bahaya,” tambahnya.

Sementara itu, Tim Deputi Pencegahan KPK Asep dalam rapat menjelaskan mengenai isu-isu strategis yang menjadi sorotan dalam hal pelayanan dan perbaikan tata kelola TKI di daerah. Asep menilai kasus di beberapa daerah yaitu regulasi atau infrastruktur aturan masih menjadi hal yang belum jelas, sehingga ada keraguan daerah untuk menerapkannya. Untuk itu, Asep meminta Pemerintah Pusat melalui BNP2TKI dan Kementerian Ketenagakerjaan agar bisa memberikan petunjuk yang jelas mengenai hal terkait aturan.

“Kami harapkan (BNP2TKI dan Kementerian Ketenagakerjaan) bisa memberikan guidance yang jelas kepada Dinas (Tenaga Kerja) Kabupaten untuk secara clear and clean membuat aturan-aturan atau perangkat regulasi di level provinsi maupun kabupaten tanpa ada keraguan sedikit pun,” tutur Asep.

Hal lainnya yang menjadi sorotan KPK, yaitu masalah infrastruktur fisik. Ketersediaan gedung perkantoran dan peralatan keimigrasian, kependudukan, dan kesehatan masih menjadi masalah dalam perbaikan tata kelola layanan. Selain itu, masalah SDM juga menjadi isu utama, karena masih banyak daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memiliki SDM untuk mendukung pelaksanaan perbaikan tata kelola layanan TKI.

Sepanjang 2016, jumlah TKI asal Jawa Barat sebanyak 51.047 orang. Dari aspek gender, jumlah TKI perempuan mencapai empat kali lebih banyak dibandingkan TKI laki-laki, yaitu 10.156 laki-laki dan 40.891 perempuan. Pada 2016, jumlah TKI asal Jawa Barat juga masih didominasi oleh sektor informal, yaitu sebanyak 36.460 orang, sedangkan di sektor formal sebanyak 14.587 orang.

Sektor formal lebih banyak diisi oleh TKI laki-laki, yaitu sebanyak 9.788 orang, sedangkan TKI perempuan sebanyak 4.799 orang. Dibanding 2015, jumlah TKI asal Jawa Barat 2016 berkurang sebanyak 12.000 orang. Pada 2015, TKI sektor formal sebanyak 21.133 orang, sedangkan sektor informal sebanyak 41.937 orang.

Selama empat tahun terakhir, 9 (sembilan) kabupaten di Jawa Barat yang menjadi kantung-kantung TKI masih tetap sama, meskipun secara urutan ada yang berubah. Sepanjang 2016, dari jumlah tertinggi hingga terendah secara berturut-turut, yaitu: Kabupaten Indramayu (16.625 orang), Cirebon (10.078 orang), Subang (6.522 orang), Majalengka (3.235 orang), Cianjur (3.227 orang), Karawang (2.749 orang), Sukabumi (2.250 orang), Bandung (773 orang), dan Purwakarta (731 orang).

Sedangkan menurut negara penempatannya, 10 (sepuluh) negara dengan penempatan TKI terbanyak asal Jawa Barat pada 2016, yaitu: Taiwan, Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Hong Kong, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Oman, dan Kuwait.

Sementara jumlah kasus TKI asal Jawa Barat pun terus menurun. Pada 2014 sebanyak 151 kasus, 2015 menjadi 142 kasus, sedangkan 2016 data sampai dengan Oktober sebanyak 57 kasus. (Humas Jabar)

Copyright © Humas Bappeda Provinsi Jawa Barat 2022