Inilah, Bandung.- Pemerintah Provinsi Jawa Barat berhati-hati mengeluarkan izin pemanfaatan eksploitasi lingkungan di daerah ini setelah adanya rencana reklamasi pantai di DKI Jakarta dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Aher sapaan Gubernur Jawa Barat mengaku, kendati tidak ada kaitan dengan reklamasi pantai Jakarta, pihaknya akan mengambil pelajaran dari kasus tersebut. “Walaupun tidak ada kaitannya secara langsung dengan reklamasi pantai Jakarta, kami tidak akan gegabah mengeluarkan izin pertambangan. Tapi tentu, dari mana material diambil, itu urusan dengan kita. Kita tentu tidak akan mengizinkan eksploitasi material-material yang merusak lingkungan di Jabar,” katanya. Pihaknya tidak melarang eksplorasi alam di Jabar asalkan tidak merusak lingkungan namun erdasarkan aturan tersebut. Saat ini perizinannya tidak semudah saat dikelola pemerintah kabupaten/kota. “Untuk galian C di kita sekarang tidak mau urusan perizinan saja, tapi masuk urusan tata ruang. Sekarang agak sedikit panjang, tapi cepat,” katanya. Sementara itu Kepala BPLHD Jabar Anang Sudharna mengatakan, rencana reklamasi Jakarta akan berpengaruh ke Jabar, terutama menyangkut pemenuhan material. “Memperhitungkan dampak bukan hanya lokalan, tapi ke wilayah lain, ke Jabar, Lampung. Pasirnya dari mana, tanah urug, material lainnya. Dari mana coba? DKI Jakarta enggak punya apa-apa,” kata Anang. Sehingga pihaknya mempertanyakan kebutuhan material proyek tersebut berasal dari mana. Menurut dia, pihaknya berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. “Terlebih, saya memperoleh informasi bahwa pasir untuk reklamasi tersebut berasal dari pantai utara Indramayu. Kita tuntut, kita minta mereka dari mana mendatangkannya. Bagaimana dampaknya? Contoh ketika batu dari Bogor, bagaimana transportasinya? Dampaknya? Sekarang aja Bogor lebur, apalagi nanti,” katanya. Sebagai contohnya, lanjut Anang, reklamasi yang dilakukan pada sekitar 300 hektare wilayah laut membutuhkan material yang tidak sedikit. “250-300 hektare laut nantinya akan diurug sehingga menjadi darat. Kalau kedalaman laut yang akan diurug 10 meter, bisa hitung ada berapa meter kubik. Didatangkan ke sana melalui moda apa? Kereta? Truk? Dampaknya bagaimana?” ujarnya. Pihaknya juga mempertanyakan apakah proyek tersebut sudah memiliki hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup. KLHS ini, tambah Anang, penting karena reklamasi tersebut berdampak terhadap ekosistem sekitar. “Kami mempersilakan saja reklamasi. Cuma dampak lingkungan hidupnya ke Jabar harus dicegah. Kita enggak mau Jabar hancur lebur, mereka (DKI Jakarta) punya wilayah mewah,” kata dia.