Bandung, Bappeda Jabar.- Pemerintah provinsi atau kabupaten/kota harus mengalokasikan anggaran kesehatan daerah hingga 10% seperti yang tertuang pada UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan dan mengukur ketepatan program pada realisasi kebijakan kesehatan di daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Hal tersebut dipaparkan oleh dr. Gigi Toni Arianto M.K.M, Kasubbid Analisis Belanja Kesehatan Kementerian Kesehatan pada kegiatan bertema Kajian Analisis Belanja Kegiatan Kesehatan di Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Menggunakan Provincial Health Account (PHA) di Operation Room, lantai 2, Kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat, Rabu (8/6/2016). Kegiatan dihadiri jajaran Pejabat Fungsional Bappeda Provinsi Jawa Barat dan dibuka oleh Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Provinsi Jawa Barat, Dr. Imam Solihin, MA serta Kabid Regulasi dan Kebijakan Kesehatan (RKK) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Sri Sudartini Lebih lanjut, Toni menjelaskan, selain alokasi anggaran kesehatan yang harus mencapai 10% dan perencanaan yang matang, proses evaluasi juga perlu lebih terintegrasi agar tidak tumpang tindih. Karena menurutnya, fungsi (program) kesehatan tidak hanya ada di Dinas Kesehatan daerah saja. Di UU nomor 36 tahun 2009, daerah paling tidak menganggarkan 10% untuk kesehatan. Apalagi kalau kita membaca peraturan Permendagri tentang penyusunan APBD. Yang dimaksud anggaran 10% kesehatan adalah anggaran fungsi kesehatan, tutur Toni. Karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkeu) merilis metode yang dapat mengoptimalkan kinerja realisasi dan evaluasi alokasi kesehatan di daerah yang disebut dengan Disctrict Health Account (DHA) untuk kabupaten/kota dan Provincial Health Account (PHA) untuk provinsi. Metode tersebut, dengan sebuah software, dirancang untuk mencatat dan mengklasifikasikan pembiayaan kesehatan daerah selama satu tahun seperti yang tertera dalam Kepmenkes nomor 04 Tahun 2003. Dengan pendekatan DHA dan PHA diperoleh gambaran belanja kesehatan secara menyeluruh di suatu wilayah selama 1 tahun. Misalnya, dapat diketahui berapa total belanja kesehatan, belanja kesehatan per kapita, % belanja kesehatan dalam anggaran pemerintah, sumber-sumber biaya kesehatan, apakah belanja tersebut konsisten dengan kebijakan, apakah belanja tersebut mendorong peningkatan kinerja pembangunan kesehatan atau tidak. Sebelumnya, pada sesi pembuka, Sri Sudartini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pun berharap bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat segera memulai menggunakan metode PHA tersebut. Dengan itu, Jawa barat dapat lebih meningkatkan proporsi anggaran kesehatan dan dapat mengalokasikannya dengan tepat dan optimal. PHA semula bertujuan untuk memetakan pembiayaan, ketika kesehatan sudah dialokasikan 10% di APBD, harus dijawab apakah goal. Dengan pembiayaan yang sudah memadai proporsinya, itu harus tepat pemanfaatannya, optimal dan tajam dalam penggunaan uang tersebut. Harapannya, mudah-mudahan Jawa Barat memiliki PHA ini, jelas Tini. (Fajar)