BAPPEDA JABAR - Sawah di Rancaekek Diubah Jadi Kawasan Industri Terpadu
Sawah di Rancaekek Diubah Jadi Kawasan Industri Terpadu
18 March 2016 17:12

Bandung, Beritasatu.com.- Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memindahkan kawasan industri yang selama ini tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Bandung ke satu wilayah saja. Pemindahan ke kawasan industri terpadu di Rancaekek itu untuk memudahkan proses pengawasan, termasuk di dalamnya pembuangan air limbah ke sungai.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan, pihaknya sudah mengajukan perubahan rencana tata ruang dan wilayah soal kawasan industri di Rancaekek ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

“Ada lampu hijau, harus diurus Dinas Pemukiman dan Tata Ruang,” terang Deddy di Bandung, Kamis (17/3).

Pemindahan industri ke satu kawasan khusus dalam jangka panjang, terang Deddy, membantu pemerintah atau pemberi izin usaha melakukan pengawasan dan kontrol. Dia memberi contoh, keberadaan pabrik tekstil dan produk tekstil yang tersebar saat ini menyulitkan Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu mengecek pencemaran sungai.

“Kontrol susah, sementara yang mengeluarkan izin juga tidak mengontrol dengan baik,” tegas Deddy sembari menambahkan industri tekstil dan produk tekstil itu jumlahnya mencapai ribuan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pencemaran dari pembuangan limbah itu juga memberi masalah baru kepada produksi pertanian di kawasan Bandung selatan. “Sawahnya tercemar,” tambah pejabat publik yang sebelumnya seorang artis layar lebar ini.

Deddy menilai, pertumbuhan industri yang tidak terkontrol ini akibat dari otonomi daerah. Pemerintah daerah sama sekali tidak merancang sejak awal konsep kawasan industri di wilayahnya. “Yang penting ada serapan tenaga kerja dan PAD (pendapatan asli daerah). Tidak dihitung dampaknya begitu berat bagi lingkungan belum lagi limbah rumah tangga, sampah, serta alih fungsi lahan,” imbuh Deddy.

Penempatan industri pada satu kawasan industri terpadu itu, papar dia, direncanakan berada pada kawasan seluas 1.000 hektare di Rancaekek. Salah satu tantangan bagi pemerintah adalah mencari lahan pengganti untuk kawasan persawahan yang saat ini luasnya mencapai 750 hektare. “Butuh dana besar karena masalah irigasi,” tambah Deddy.

Pada saat berbarengan, hakim dari Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung kembali melakukan sidang pemeriksaan setempat terkait gugatan dari Koalisi Melawan Limbah terhadap Pemerintah Kabupaten Sumedang yang menerbitkan izin pembuangan limbah cair ke Sungai Cikijing, yang melintasi kawasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Izin tersebut diberikan kepada tiga pabrik tekstil, masing-masing, PT. Kahatex, PT. Five Star dan PT. Insan Sandang Internusa.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Dadan Ramdan menyatakan, izin pembuangan limbah itu diberikan pada saat Sungai Cikijing kondisinya terpapar pencemaran berat.

“Pemeriksaan setempat dilakukan dengan melihat kondisi Sungai Cikijing termasuk tanggulnya yang jebol pada akhir bulan Februari lalu. Sehingga air Sungai Cikijing yang tercemari limbah industri kembali membanjiri lahan sawah masyarakat,” ujar Dadan.

Deddy berharap, upaya penegakan hukum ini bisa berhasil. Selama ini, terang dia, upaya gugatan terkait penegakan hukum lingkungan hidup belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Dia memberi contoh kasus penutupan sempadan sungai oleh PT Kahatex yang dimenangkan oleh perusahaan.

“Yang sangat buat geli, menutup sempadan sungai itu diperbolehkan. Itu Kahatex. Jadi menutup sempadan sungai itu boleh, saya juga heran, padahal secara undang-undang tidak boleh. Ini pelecehan terhadap rasa keadilan. Harus ditangani serius penegak hukum,” tegas Deddy.

Berdasarkan pemeriksaan setempat yang digelar sehari sebelumnya, Dadan memaparkan, tim menemukan adanya sludge atau massa berlumpur lembut yang dihasilkan dari pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun dari instalasi pengolahan air limbah PT Kahatex. Selain itu ada limbah atau ceceran zat warna dari PT Kahatex yang diduga bercampur dengan drainase.

“Tidak terlihat dari unit mana aliran ke industri pengolahan air limbah dan sistem pengelolaan air PT Kahatex yang memiliki tiga outlet atau saluran pipa di mana limbah cair dikeluarkan,” imbuh Dadan.

Sementara pada PT Five Star, tim Koalisi Melawan Limbah, yang mengajukan gugatan, menemukan saluran instalasi pengolahan air limbahnya sama sekali tidak pernah digunakan. “Banyak cacing dan lintah tampak keluar dari instalasi pengolahan air limbah PT Five Star yang diduga baru dinyalakan,” papar Dadan.

Sementara pada PT Insan Sandang, tim menemukan sludge dry bed atau daerah terbuka di instalasi pengolahan air limbah di mana lumpur lembab dibiarkan kering. “Kemungkinan besar instalasi itu bercampur pula dengan drainase lain,” terang Dadan yang berharap majelis hakim dapat mengetahui fakta sesungguhnya mengenai pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun industri yang terjadi selama dua dekade belakangan di kawasan tersebut. (Adi Marsiela/FMB)

Copyright © Humas Bappeda Provinsi Jawa Barat 2022