BAPPEDA JABAR - Reaktivasi Jalur Kereta Banjar-Pangandaran Termahal
Reaktivasi Jalur Kereta Banjar-Pangandaran Termahal
09 January 2019 12:12

PARIGI, PIKIRAN RAKYAT — Rencana pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar ke Pangandaran terus menjadi perbincangan antara PT Kereta Api Indonesia dan pemerintah. Bah­kan PT KAI sudah menginventarisasi sisa-sisa peninggalan jalur kereta api, khususnya mulai dari Banjar hingga ke stasiun akhir Cijulang Pangandaran se­panjang 82 kilometer yang dires­mi­kan sejak 1921.

Intrias Herlistiarto dari Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Bandung mengatakan, IRPS sudah ba­nyak mengungkap sejarah perkereta­apian di Indonesia, terutama jalur ke­reta api Banjar-Pangandaran.

”Setahu kita rencana pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar-Pa­ngandaran sedang dalam pembica­ra­an,” ucap Intrias saat ditemui  di Kantor Bupati Pangandaran di Parigi, Senin 7 Januari 2019.

Menurut dia, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mencanangkan empat jalur kereta api yang menjadi skala ­prioritas yaitu Cibatu-Garut Cikajang, Bandung-Soreang-Ciwidey, Ranca­ekek-Jatinangor-Tanjungsari, dan yang terakhir jalur KA Banjar-Pangandaran.

Menurut dia, secara pembiayaan, untuk reaktivasi jalur KA Banjar-Pangandaran lebih sulit ketimbang jalur kereta yang lainnya. Kesulitan, menurut Intrias, ada pada masalah teknisnya.

Pada saat dibangun pada zaman Hindia Belanda, jalur KA Banjar-Pa­ngandaran merupakan jalur termahal di Indonesia.

”Berdasarkan hitungan kepala daop kemarin diperkirakan mencapai Rp 15 miliar per kilometer­nya. Kita kalikan saja dengan jarak 80 kilometer saja sudah berapa biayanya,” ujar Intrias.

Jalur kereta Banjar-Pangandaran perlu uji kelayakan

Ditanya soal kondisi jalur rel KA Banjar-Pangandaran saat ini, menurut Intrias, perlu dikaji kelayakan kembali apakah akan menggunakan jalur yang lama atau menggunakan jalur baru.

”Uji studi kelayakannya kita lihat dari segi teknis dan sosialnya. Maksudnya apakah kita harus menggusur ba­ngunan yang sudah menjadi tempat hu­nian lalu kita tukar sehingga jalur relnya meling­kar dengan membuat jalur yang baru atau masih tetap mengguna­kan jalur yang lama,” tuturnya.

Intrias juga mengatakan, sepanjang jalur KA Banjar-Pangandaran terdapat 4 terowongan yaitu terowongan Batulawang, Hendrix, Juliana, dan Wilhelmina.

”Kalau secara teknis mudah apabila terowongan diperbesar untuk menyesuaikan besar gerbong kereta. Tapi bisa juga besar gerbong disesuaikan dengan lubang terowongan yang sudah ada, seperti di Padang Sumatra Barat kan gerbong keretanya yang menyesuaikan, sehingga gerbongnya yang diperkecil beda sama gerbong kereta api yang di Jawa. Tinggal konstruksi terowongan nya saja diperkuat tanpa mengurangi struktur karena untuk ruang bebas gerbong kereta api itu ada syaratnya ber­dasarkan undang-undang,” ujar Intrias.

Menurut Intrias, jalur kereta api Pa­ngandaran-Cijulang dinonaktifkan kurang lebih pada tahun 1981. Alasannya dilihat dari segi ekonomi, seiring dengan kemajuan jalur ken­daraan angkutan darat.

”Padahal tidak seperti itu, kalau dulu kereta api ini tetap dipertahankan, mungkin biayanya tidak akan sebesar ini,” ucap Intrias. IRPS juga siap membantu PT KAI dalam pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar-Pangandaran.

”Karena kami dari IRPS memiliki data-data lengkap tentang jalur perkeretaapian Banjar-Pangandaran,” ucapnya. (Agus Kusnadi)

Copyright © Humas Bappeda Provinsi Jawa Barat 2022