Cirebon, Kompas Pemerintah menyiasati krisis air yang terjadi di sentra-sentra padi di sejumlah wilayah di Tanah Air. Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Cirebon, menggelontorkan air dari Waduk Jatigede, Sumedang, Jawa Barat. Adapun petani berusaha mempercepat tanam dengan benih varietas unggul serta pompanisasi dari sungai dan sumur pantek. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung Triasongko Widianto kepada Kompas, Senin (11/1), megatakan, saat ini Waduk Jatigede belum memasuki tahapan operasional. Menurut ketentuan Waduk Jatigede bisa dialirkan untuk irigasi, listrik, dan suplai air baku jika ketingiannya mencapapai 260 meter di atas permukaan laut dan melalui sertifikasi pengoperasian dari pemerintah pusat. Akan tetapi, Selasa ini, BBWS Cimanuk-Cisanggarung mulai menguji coba saluran irigasi dari Waduk Jatigede. Uji coba saluran irigasi itu dillakukan secara buka-tutup setiap hari. Ini bukan pengoperasian penuh sebab sifatnya hanya uji coba. Oleh karena itu, pembukaan saluran irigasi ini tidak dilakukan sepanjang hari. Saluran hanya dibuka pukul 18.00 hingga 06.0. saluran irigasi itu akan kembali ditutup kembali pukul 06.00 hingga 18.00, kata Widianto. Selain keperluan uji coba, pembukaan saluran irigasi Waduk Jatigede ini juga diharapkan bisa membantu realisasi musim tanam di lahan yang termasuk dalam wilayah aliran Bendung Rentang. Total luasan lahan yang akan menikmati air dari Waduk Jatigede itu sekitar 90.000 hektar. Aliran itu akan dibagi untuk dua saluran induk (SI), yakni SI Sindupraja yang mengairi 56.037 hektar sawah di Cirebon dan Indramayu serta SI Cipelang yang mengairi 30.741 hektar sawah di Majalengka dan Indramayu. Uji coba ini dilakukan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Setiap hari akan ada aliran air 50-60 meter kubik per detik dari Waduk Jatigede. Debit itu secara langsung akan menambah debit air yang melintasi Bendung Rentangdi Kabupaten Majalengka. Sampai saat ini, debit air di Bendung Rentang sekitar 47 meter kubik per detik atau tidak jauh berbeda dengan catatan sehari sebelumnya, katanya Di Lampung, dalam rangka menjaga menjaga produksi padi di tengah ancaman musim yanag tak menentu, pemerintah daerah membenahi system irigasi. Selain itu, pola penggunaan air juga dihemat untuk mengantisipasi kekurangan pasokan. Setelah tutup tanam, kami memberlakukan sistem gilir untuk menghemat air. Sawah mendapat jatah air setiap emapat hari sekali, kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultural Lampung Lana Rekyanti. Petani di wilayah Jawa Tengah bagian selatan mengandalkan padi varietas genjah untuk mengantisipasi musim tanam yang sering kering pada awal tahun ini. Selain memiliki umur pendek, padi varietas genjah lebih resisten terhadap kondisi iklim yang minim pasokan air. Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan Sulawesi Selatan M Asri mengususlkan agar pemerintah membangun embung sebagai cadangan air bagi lahan pertanian. Embung berfungsi menampung air saat musim hujan dan menyimpannya untuk kebutuhan saat iklim tidak menentu seperti sekarang. Pasokan air yang tidak memadai menyebabkan petani harus menanggung beban biaya produksi yang lebih besar. Mereka harus mengeluarkan biaya menyewa pompa, membeli, dan membuat sumur pantek yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan pada musim tanam pertama. Mereka juga dibayang-bayangi dengan kekhawatiran gagal panen dan merugi. Terlebih lagi, petani penyewa lahan yang mau tidak mau harus membayar sewa lahan dari hasil penjualan padi. Kasban (46), petani Desa Sukasari, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang, Senin (11/1), di Subang, mnegaku khawatir dengan ketersediaan air yang tidak mencukupi untuk mengairi lahan. Irigasi belum bisa diandalkan karena aliran air belum optimal dan hujan jarang terjadi. Saya khawatir gagal oanen. Kalau panen gagal, saya akan kesulitan membayar sewa lahan sebesar Rp25 juta per bahu (0,74 hektar) untuk dua kali tanam, kata petani penyawa lahan itu. Petani di Desa Jamblang, Kabupaten Cirebon, misalnya, terpaksa mengerluarkan biaya untuk menyedot air dan membuat sumur pantek. Kedalaman sumur tersebut 20-25 meter. Sahadi (43), petani Desa Jamblang, mengemukakan, modal yang dibutuhkan sekitar Rp1 juta untuk membangun sumur pantek. Untuk menyedot air, membutuhkan biaya Rp200.000 guna membeli 15 liter bensin per hari. Padahal, biasanya sumur pantek dan pompa air baru digunakan kalau musim tanam kedua dan musim tanam palawija. Saya terpaksa menggunakannya karena sudah mulai kering dan tanahnya retak-retak. Kalau tidak segera diairi, bibit padi saya berusia tujuh hari bisa mati, katanya. Petani tidak hanya menangguang beban biaya produksi. Mereka juga terbebani dengan biaya kebutuhan hidup. Pada saat harga beras mahal dan persediaan beras keluarga habis, mereka terpaksa membeli beras dengan harga tinggi. Padi saya dibeli pedagang sebelum panen dengan harga Rp4.600 per kg. Namun ketika persediaan beras saya habis, saya harus membeli beras kualitas rendah Ro 8.500. Padahal harga normalnya Rp7.500 per kg, kata Riswan (37), buruh tani Kecamatan Widasari, Indramayu. Masih minim asuransi Lahan pertanian yang telah diasuransikan di Kabupaten Gresik dan Bojonegoro, Jawa Timur, belum banyak. Di Gresik tercatat baru 60 hektar yang diikutkan asuransipertanian dari 64.000 hektar yang diasuransikan dari sekitar 150.000 hektar tanah yang bisa ditanami padi. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro Achmad Djupari menyatakan, pihaknya akan mendorong petani mengasuransikan lahan pertaniannya. Apabila padi terserang hama, terdampak kekeringan, hiingga banjir, petani bisa mendapatkan klaim sehingga petani tidak terlalu merugi. Kepala Dinas Pertanian Gresik Agus Joko Waluyo menjelaskan, sesuai kuota dari Kementerian Pertanian, Gresik mendapatkan jatah 19.000 hektar lahan pertanian padi untuk diasuransikan. Biaya asuransi Rp180.000 per hektar, Rp144.000 (80 persen) ditanggung subsidi pemerintah dan sisanya Rp36.000 (20 persen) dibebankan kepada pemilik lahan. Asuransi itu sangat bermanfaat bagi petani karena dana pertanggungannya mencapai Rp6 juta per hektar. Namun, pihak asuransi tidak menerima lahan di daerah endemis berencana ataupun endemis hama penyakit sehingga yang diikutkan hanya 60 hektar, kata Agus. Paceklik panjang Ketua Umum Persatuan Penggikingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan mundurnya musim tanam padi pada musim hujan 2015/2016 berdampak pada semakin pajang musim paceklik. Saya memeperkirakan musim paceklik akan berlangsung hingga Maret 2016, kata Sutarto. Karena musim paceklik bakal berlangsung lebih lama, strategi khusus diperlukan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan. Upaya yang bisa dilakukan dengan menambah alokasi Raskin untuk Februari dan Maret 2016 serta melakukan operasi pasar untuk beras medium dan premium. Sutarto memperkirakan, dengan kondisi musim tanam mundur seperti sekarang puncak panen raya padi baru akan berlangsung akhir April dan Mei 2016. Apabila kondisi iklim berlanjut La Nina, akan lebih baik. Artinya pada musim tanam padi II bisa dilakukan tanam serentak lagi. Dengan demikian bisamenambah kekurangan tanam pada musim tanam I. Sutarto menyatakan, dalam situasi iklim seperti sekarang, manajemen pangan yang tepat akan sangat penting artinya bagi stabilitas harga pangan.