JAKARTA, TRIBUN – Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, mengatakan, komoditas atau produk yang diekspor Indonesia ke pasar tujuan ekspor tradisional, seperti negara-negara di kawasan Uni Eropa, Jepang, maupun Amerika Serikat pada umumnya sama dengan yang diekspor negara-negara produsen di satu kawasan, ASEAN. “Sehingga, dengan negara ASEAN lain, Indonesia ini bersaing (perdagangan),” kata Airlangga mengawali pidato kuncinya dalam Rakornas Kadin Indonesia Bidang Perindustrian dan Bidang Perdagangan, Jakarta, Selasa (20/9). Berdasarkan inventarisasi Kementerian Perindustrian, dari 8.000 item produk yang dihasilkan industri dalam negeri, hanya ada 100 item (sesuai harmonized system /HS code) yang bisa dibilang memiliki daya saing ekspor dibandingkan produk negara lain. Sisanya, masuk kategori kelas dua atau kelas tiga. Airlangga mengatakan, untuk mendorong daya saing produk industri Indonesia tersebut, yang paling penting adalah infrastruktur perindustrian. “Yang paling mutlak itu adalah infrastruktur energi, gas dan listrik,” ucapnya. Di kawasan ASEAN, nega-ra yang paling bersaing dengan Indonesia adalah Thailand dan Vietnam. Tapi, kata Airlangga, bagaimana perbandingan infrastruktur energi di antara ketiga negara, Indonesia, Thailand dan Vietnam? Airlangga mencontohkan perbandingan, jika harga gas di Thailand 100, maka harga gas di Vietnam 120 dan harga gas di Indonesia 120. Semen-tara, jika harga listrik di Thai-land 100, maka harga listrik di Vietnam 70, sedangkan, harga listrik di Indonesia adalah 150. “Jadi, kita (industri Indonesia) kalah dari Thailand dan Vietnam. Ini baru energi. Belum soal dzvell time,” kata mantan Ketua Komisi VI DPR-RI itu. Menurut Airlangga, selain infrastruktur energi, yang terpenting untuk mendu-kung daya saing industri ada-lah kebijakan pembiayaan. Kredit untuk industri cliha-rapkan lebih banyak disalur-kan daripada kredit kon-sumsi.