BAPPEDA JABAR - Data Satelit Bantu Akurasi Perencanaan Pembangunan
Data Satelit Bantu Akurasi Perencanaan Pembangunan
03 February 2016 14:10

Bandung, Bappeda Jabar.- Data satelit hasil penginderaan jarak jauh diharapkan menjadi solusi masalah peta spasial yang digunakan untuk perencanaan pembangunan di Jawa Barat. Staf ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Pembangunan Dr Dicky Saromi MSc mengungkapkan, selama ini rencana tata ruang wilayah (RTRW) mengunakan skala 1:2.500, artinya setiap 1 centimeter dalam peta merepresentasikan 2,5 kilometer. Wajar bila kemudian kesulitan memetakan kondisi riil di lapangan.

“RTRW provinsi menggunakan skala 1:2.500, sementara kabupaten dan kota skalanya 1:50 ribu yang berarti satu sentimeter dalam peta menggambarkan jarak setengah kilometer. Tidak mungkin melihat rumah kita dalam peta yang sangat kecil itu,” kata Dicky saat membuka Sosialisasi Penyediaan dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Pembangunan Daerah di Ruang Sidang Soehoed Warnaen Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, Jalan Ir H Djuanda 287 Bandung, Selasa (2/2) pagi.

Karena itu, sambung Dicky, perencanaan detail dan akurat yang dihasilkan melalui penginderaan jauh sangat penting untuk mengatahui secara lebih rinci kondisi faktual di lapangan. Pada saat yang sama, data dengan akurasi tinggi dan validitas yang teruji sangat membantu pembuatan proyeksi, perencanaan, termasuk memperhitungkan kemungkinan dampak yang timbul dalam sebuah perencanaan pembangunan.

“Melalui data dengan kecanggihan teknologi, tentu semua akan lebih bermakna bilamana kita ingin memosisikan data sesuai dengan tema yang akan kita lakukan di masing-masing sektor atau kebiajakan masing-masing OPD atau kabupaten dan kota. Data yang mendekati real time atau sangat cepat ini sangat kita butuhkan,” papar mantan Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat ini.

Dia menjelaskan, data satelit bisa diturunkan menjadi peta dasar perencanaan sejumlah sektor pembangunan. Citra satelit bisa digunakan untuk memotret sektor fisik maupun sosial budaya. Sebut saja misalnya perencanaan pengembangan jalan yang di dalamnya turut mengintegrasikan kondisi kependudukan di suatu kawasan. Dengan bekal data satelit, perencana pembangunan bisa melihat aspek kepadatan penduduk sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan tingkat beban jalan, pengembangan angkutan umum, dan lain-lain.

Menurutnya, peta spasial lebih detail tersebut terdapat dalam rencana detail tata ruang (RDTR) dengan skala 1:5.000. Artinya,  1 sentimeter peta menggambarkan jarak 50 meter. Skala ini sudah cukup detail untuk membuat perencanaan pembangunan. Sayangnya, tidak pernah tersusun secara tuntas. Akibat ketiadaan peta representatif ini memicu pelambatan perencanaan itu

“Kita berpikir, kalau kita ingin mengejar peta representatif, maka akan sampai kapan kita melakukan pengtukuan? Ini membutuhkan waktu sangat lama. Di lain pihak, investasi atau kebutuhan di lapangan sudah sangat cepat. Karena itu, maka tenologi memungkinkan untuk ini, menghadirkan peta dengan skala 1:5.000.  Ini bisa memenuhi kebutuhan kita dari citra lanskap untuk kemudian diturunkan jadi peta dasar atau peta tematik,” kata Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Jawa Barat periode 2011-2015 tersebut.

“Harapan kami, perkembangan teknologi mutakhir penginderaan jauh bisa menghasilkan satu pendekatan terintegrasi untuk mengatasi masalah-masalah yang ada,” tambah Dicky.

Sementara itu, Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Orbita Roswintiarti menjelaskan, data satelit yang dihasilkan melalui penginderaan jauh memiliki sejumlah keunggulan dibanding peta konvensioal. Citra satelit mampu menampilkan area lebih luas, konsistensi data, mendekati kenyataan (near-real time), dan relatif murah.

“Kalau kita menurunkan sepuluh orang peneliti atau perekayasa, bukan tidak mungkin akan menghasilkan 10 data berbeda. Nah, data satelit ini konsisten. Tidak akan berubah-ubah. Data satelit yang dihasilkan di stasiun bumi dalam waktu singkat bisa dikirim ke Jakarta untuk kemudian ditampilkan di website Lapan. Ini lebih cepat sekaligus murah dibanding pengukuran konvensional,” kata Orbita.(NJP)

Copyright © Humas Bappeda Provinsi Jawa Barat 2022