NURHANDOKO/”PRLM” SEORANG pembatik di Kota Banjar tengah membatik motif ebeg atau kuda kepang. Motif tersebut merupakan salah satu dari dua motif yang merupakan khas Kota Banjar.* BANJAR,(PRLM).-Di tengah maraknya kain motif batik dari berbagai daerah yang menggelontor masuk Kota Banjar, keberadaan batik khas kota di wilayah ujung timur Provinsi Jawa Barat bakal tetap eksis. Dua motif batik khas Banjar yang saat ini terus dikembangkan adalah motif ebeg atau kuda lumping serta daun tarum. Dalamkurun waktu beberapa tahun belakangan ini kedua motif batik khas Banjar terus dikampanyekan. Agar semakin menarik, motif batik tersebut juga semakin beragam, tanpa meninggalkan ciri khas motif ebeg maupun daun tarum atau pohon tarum. Motif ebeg diinspirasian dari salah satu bentuk kesenian tradisional khas Kota Banjar yang berkembang ditengah masyarakat wilayah perbatasan antara wilayah Priangan dengan Banyumas, khususnya Kabupaten Cilacap. Sedangkan daun tarum atau pohon tarum menjadi motif khas Banjar, karena pohon jenis merambat tersebut banyak ditemukan di tepi Sungai Citanduy. “Saya optimis perkembangan batik tradisional di sini (Banjar) bakal terus berkembang. Terlebih saat ini juga semakin banyak warga mengenakan baju motif ebeg mupun bunga tarum. Coraknya sangat khas dan tidak ditemukan didaerah lain,” tutur salah seorang pembina batik di Kota Banjar, Hj. Lalak Siti Malak. Ia mengatakan banyaknya serbuan kain batik maupun kain motif batik atau batik printing, tidak menggoyahkan warga Kota banjar untuk lebih tertarik mengenakan model khas daerah sendiri. Terlebih, saat ini motif batik Banjar juga terus berkembang atau bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya pada penambahan ornamen, akan tetapi juga warna dasar kain batik. Warna dasar kain batik banjar semula hanya indigo atau biru dongker, akan tetapi dalam perkembangannya warna dasar juga semakin beragam. “Seiring dengan permintaan dan disesuaikan dengankebutuhan, warna dasar juga semakin berkembang. Ada warna dasar kuning, biru dan lainnya, motif utama tetap dipertahankan, hanya beberapa sisi diberi sentuhan baru. Bagi kami yang penting adalah rasa cinta warga Banjar mengenakan batik khas daerah sendiri,” ujarnya. Dia mengungkapkan serbuan kain motif batik impor yang harganya reatif murah apabila dibandingkan dengan kain batik tulis atau batik cap, banyak ditemukan di pasaran. Akan tetapi kai motif batik tersebut masih kalah dibandingkan dengan produk lokal. “Terus terang saya bersyukur masyarakat tetap mencintai produk batik dalam negeri. Saat ini hampir setiap hari baik kegiatan resmi maupun sehari-hari selalu ada saja yang mengenakan batik. Batik sudah menjadi ciri khas nasional,” jelas Siti Malak. Siti Malak yang mengelola Batik Yola, menambahkan dua motif dasar batik khas Kota Banjar itu dihasilkan dari sayembara yang berlangsung pada Tahun 2010. Salah satu alasan dibukanya sayembara itu karena Kota Banjar belum memiliki motif khas lokal. Memang, ia menambahkan , dipasaran banyak kain batik, akan tetapi bukan khas Banjar. Motif batik tersebut tidak hanya bercorak khas Yogyakarta, Solo, Perkalongan, akan tetapi juga motif batik Jawa Barat seperti ngan seperti merak ngibing, daun tarum, awi ngarambatan dan lainnya. “Saya percaya batik lokal tetap eksis, meski banyak kain motif batik dari luar. Untuk menjawab tantangan tersebut, tentunya membutuhkan kreasi baru tanpa harus mengesampingkan motif utama batik tradisional. Tidak kalah pentingnya adalah peran pemerintah dalam upaya untuk terus melestarikan batik,” ujarnya.(A-101/A-89)***