Bandung, Bappeda Jabar,- Mendapat sederet pesan dari pendahulunya, Kepala Bappeda Jabar Yerry Yanuar berjanji untuk merawat peninggalan-peninggalan Deny Juanda Puradimaja atau yang akrab disapa DJP. Hal tersebut diungkapkan saat acara Pisah Sambut yang berlangsung di Ruang Sidang Soehoed Warnaen Bappeda, Jumat (15/1). Bagi Yerry, perencanaan yang sudah digariskan semasa kepemimpinan DJP merupakan landasan bagi Bappeda Jabar untuk memimpin perencanaan pembangunan di Jawa Barat. Ketika di Bappeda, ada satu yang membuat saya khawatir. Jangan-jangan saya dilantik tapi kalau pakai baju seperti kedodoran. Jadi teu pantes (tidak pantas), apalagi setelah dari profesor. Insya Allah yang disampaikan beliau tadi tentang terobosan-terobosan akan menjadi landasan bagi Bappeda yang menurut hemat saya sangat berubah dari generasi-generasi sebelumnya. Inovasi-inovasi beliau menjadikan Jabar sebagai provinsi dengan perencanaan yang bagus. Dan, indikatornya ada. Semua jelas, ungkap Yerry. Kami semua mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pak Deny dan tentunya menjadi berat buat saya. Saya bisa nggak melakukan sesuatu. Oleh Pak Deny yang sudah diletakkan. Saya minta bantuan Pak Deny. Yang jelas, estafet kepemimpinan menjadi yang lumrah. Kita di sini bekerja bersama, lanjut Yerry. Dia menegaskan, perencanaan sangat penting bagi keberlangsungan pembangunan. Tahapannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga target yang ditetepakan. Hal tersebut membuat kedudukan Bappeda sangat strategis. Oleh sebab itu, insan Bappeda harus memiliki tanggung jawab besar. Yerry menilai ada persoalan mendasar yang harus dilakukan. Yakni, bagaimana mengomunikasikan perencanaan pada segenap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jabar. Karena tanpa komunikasi yang baik, bukan tidak mungkin akan muncul distorsi pembangunan. Perencanaan yang baik tidak menjamin menjadi pelaksanaan yang baik manakala tidak didukung dengan komunikasi di antara sejumlah pemangku kepentingan (stake holders). Ada ilustrasi menarik yang diceritakan Yerry saat mengurai sinergi pembangunan. Ilustrasi ini datang dari cerita lokal si Kabayan. Di kisahkan, si Abah, yang memiliki sekitar tanah 1.000 meter persegi. Dia menginginkan agar lahan tersebut dibangun menjadi kolam ikan alias balong untuk kemudian menjadi habitat bagi ikan. Tugas itu diberikan kepada Kabayan, sang menantu. Abah berperan sebagai perencana, sementara Kabayan sebagai pelaksana. Abah sebagai Bappeda dan Kabayan sebagai OPD. Kabayan itu ada tanah 1.000 meter. Abah punya rencana. Rencana ngajieun balong (membuat kolam). Sok gawean (Tolong kerjakan). Ngarti (mengerti)? kata Abah. Siap, Kabayan menjawab sigap. Kapan selesai? Abah menimpali. Dua minggu, Bah, jawab Kabayan. Ketika dua minggu, Abah bertanya apakah balong sudah dipelakkan (ditebar benih)? Kabayan dengan sigap menjawab sudah dilaksanakan. Ketika dilihat oleh si Abah, ternyata Kabayan mengartikan melak lauk (menebar benih ikan) tersebut layaknya menanam pohon atau tanaman. Alih-alih menggali kolam dan mengalirinya dengan air untuk kemudian disebarkan benih ikan, Kabayan melak lauk dengan cara menanam ikan dalam arti sesungguhnya. Melak lauk teh siga melak tangkal, diceceb-cecebkeun (menebar benih ikan seperti menanam pohon, ditanam ke dalam tanah). Persoalannya secara substansi melak lauk. Tapi karena tidak ada komunikasi yang baik, terjemahannya jadi beda. Si Abah ngagali, Kabayan cecebkeun. Perencanaan seperti itu. Apalagi, tolok ukur perencanaan sekarang itu bukan hanya dari sisi serapan anggaran, tetapi aspek kebermanfaatan. Bermanfaat tidak. Karena menjadi ukuran kinerja kita, ketika merencanakan sesuatu, tidak dilihat output-nya saja, tetapi juga outcome. Aktual itu ke sana. Prosesnya dilihat sejauhmana. Ini jadi beban bagi kita semua. Jangan sekarang kita aktual. Perlu terobosan. Alhamdulillah Pak Deny sudah membuat perangkat-perangkatnya. Kita tinggal mengisinya. Kalau kepala Bappedanya bukan Pak Deny mungkin kita bingung lagi. Kalau saya kurang mengerti, saya tinggal nanya saja sama Pak Deny, ujarnya. Mantan Kepala Dinas Energi Sumber daya Mineral (ESDM) dan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Jabar ini berjanji untuk terus belajar di Bappeda Jabar. Dia juga mengajak stafnya untuk menjadi pembelajar yang baik. Karena, belajar merupakan proses yang tidak pernah selesai. Yang harus kita lakukan adalah komunikasi. Jangan sampai seperti Kabayan tadi. Uang sudah keluar, tapi tidak tercapai. Mubazir dari sisi program. Oleh karena itu, kita proses dan lengkapi. Saya ingin Jabar, dalam arti kita Bappeda dengan pimpinan daerah, itu ibarat bendera dan tiang. Bagaimana bendera berkibar, tiangnya kokoh. Kokoh dalam arti memahami peraturan. Tiang dan bendera satu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Bila Jabar berhasil, maka bendera itu berkibar, dan juga ditopang melalui tiang yang kokoh. Karena itu, kita semua belajar dan berproses. Belajar itu never ending process. Learning by doing, belajar sambil berproses, tandas Yerry. Ia juga menekankan agar antar bidang terbangun kebersamaan. Satu sama lain saling mengisi. Menjalin koordinasi dan komunikasi baik hingga bersinergi dalam satu program. Ibaratnya, kalau satu dicubit, semua merasa sakit. Kalau ada yang tidak puas, jangan keluar bicara. Ceuk kolot urang baheula, buruk-buruk papan jati. Hade goreng dulur sorangan. (Kata pepatah orangtua dahulu, jelek-jelek pohon jati. Baik buruk tetap saudara sendiri) Kita sikapi dengan arif dan bijak, tambahnya. Diakhir sambutannya, ia menceritakan mendapat pesan dari Gubernur Jabar sebelum berlangsungnya pelantikan. Saya ditelepon Pak Gubernur satu setengah jam sebelum dilantik. Pak Yerry, Bappeda merupakan lembaga strategis dan menjadi mitra saya untuk bersama-sama dan Pak Deny sudah memberikan dengan kemampuan optimal, tolong dijaga itu. Pak Gubernur berpesan untuk melanjutkan apa yang fondasinya sudah dibuat oleh Pak Deny. Alhamdulillah mewariskan banyak, ungkapnya.(NJP)