Inilah, Jakarta.- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengatakan ada persoalan data yang kronis terkait produksi dan produktivitas hasil pangan di lapangan. Lembaga audit negara ini juga menemukan masalah pada pengadaan dan penyaluran pupuk. Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menghadiri diskusi yang digelar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia bertema “Kebijakan Pangan Nasional: Pengadaan Dalam Negeri VS Impor” yang untuk membedah dan mencari solusi atas permasalahan dalam kebijakan pangan nasional. Anggota IV BPK Rizal Djalil menyatakan, BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja kebijakan pangan dan implementasinya, termasuk pemeriksaan kinerja pengadaan dan penyaluran pupuk. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya permasalahan dalam pengadaan pangan dan pupuk di Indonesia. “Pada dasarnya BPK dipandang perlu untuk mencermati sekaligus mencari solusi atas kinerja pengadaan pangan, dengan tidak ‘anti’ terhadap impor yang dilakukan pemerintah,” kata Rizal dalam diskusi bertajuk “Kebijakan Pangan Nasional: Pengadaan Dalam Negeri versus Impor” di Jakarta, Rabu (22/6/2016). Akan tetapi menurut Rizal, BPK hendak menganalisis sejauh mana impor perlu dilakukan. “Kami mempertajam apakah perlu impor atau tidak. Kalau memang perlu, ya impor saja. Masak BPK membiarkan rakyat kelaparan,” katanya. Permasalahan yang lebih mendasar, lanjut Rizal, adalah sejauh mana Indonesia mampu mengkalkulasi kebutuhan pangannya secara tepat dan akurat, serta menggunakan strategi yang jitu untuk melaksanakan pengadaan pangan nasional. Sementara itu, Deddy Mizwar mengungkapkan, dari tahun ke tahun Jawa Barat telah menjadi penghasil beras tertinggi di Indonesia. Namun demikian, industri manufaktur di Jawa Barat pun intensitasnya mencapai 60% nasional. Maka menurut Deddy, selama empat tahun terakhir terjadi pengurangan lahan pertanian di Jawa Barat. “Lahan pertanian berkurang dari sejuta hektare menjadi 925 ribu hektar,” ungkap Deddy. Tak hanya itu, limbah industri pun dikeluhkan Deddy sebagai ‘hama’ besar bagi pertanian di Jawa Barat. Dirinya mencontohkan, lahan pertanian penghasil beras terbaik di Jawa Barat, yakni di Kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung seluas 450 hektare, rusak akibat limbah pabrik. Dia menambahkan, dari sekitar 3,7 juta hektare lahan di Jawa Barat, 1,1 juta hektare dikuasai oleh Perhutani, PTP, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Pada lahan tersebut, terdapat penggunaan lahan oleh masyarakat yang tidak sesuai peruntukannya, seperti menanam sayuran di perbukitan curam yang sering menyebabkan banjir, longsor, dan penyalahgunaan lainnya. “Masyarakat membutuhkan lahan, memang sangat berat. Bagaimana pertumbuhan penduduknya sangat besar, pertumbuhan industri juga pesat, dan kita harus tetap mempertahankan lahan pertanian agar berkesinambungan,” tutur Deddy. Terkait kebutuhan protein hewani, Deddy menyinggung mengapa masyarakat masih bergantung pada daging sapi. Sementara di Indonesia, khususnya Jawa Barat terdapat banyak sumber protein hewani, atau daging berkualitas lainnya, yaitu kambing, dan domba. “Kebutuhan protein hewani tidak harus sapi, kita masih punya kambing, juga domba,” pungkasnya.