Inilah, Bandung.- Pembahasan revisi Peraturan Daerah Kawasan Bandung Utara (KBU) mulai menemui titik terang. DPRD Jabar akan melakukan rapat pleno pada Senin (29/2/2016) pagi ini untuk selanjutnya mengirim hasil pembahasan revisi ke Kementerian Dalam Negeri. “Kita akan kirim ke Kemendagri untuk dievaluasi, tapi sebelumnya akan dibuat kesepakatan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota,” ujar Anggota Pansus, Yod Mintaraga saat dihubungi wartawan, Minggu (28/2/2016). Pihaknya butuh waktu yang cukup panjang untuk melakukan pembahasan. Pansus sendiri dibentuk sejak 14 Januari lalu dan punya tenggat waktu pada 4 Februari. Namun dalam perjalanannya, dilakukan perpanjangan waktu hingga 29 Februari mengingat permasalahan di KBU yang sangat kompleks. Dia menjelaskan, KBU masuk dalam rencana Tatar Ruang Kawasan Strategis Provinsi. Namun keberadaan KBU di cekungan Bandung membuatnya juga masuk Kawasan Strategis Nasional. Selain itu, wilayah KBU yang memiliki luas lahan 42.315,32 hektar, terbagi ke dalam empat wilayah administratif pemerintahan, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Melihat kondisi tersebut, pihaknya berupaya menciptakan harmonisasi kewenangan antar-pihak namun tetap dengan tujuan menfungsikan KBU sebagai kawasan konservasi dan lindung. “Revisi ini akan menguatkan fungsi dan peran provinsi dan kabupaten/kota. Kita juga kawal jangan sampai lahan KBU berkurang,” katanya. Secara singkat Yod memaparkan, berbeda dengan perda yang lama, perda hasil revisi mewajibkan adanya rekomendasi dari gubernur dalam setiap pembangunan di KBU. Adapun pemohon berhubungan langsung dengan Pemerintah Provinsi dan akan langsung mendapatkan jawaban dalam bentuk diberi atau ditolak. “Dulu, pemohonan berproses melalui kabupaten/kota, tapi yang sekarang dilakukan secara langsung ke gubernur. Ini dilakukan untuk memotong jalur birokrasi,” ucapnya. Menurutnya, perda hasil revisi akan bersifat tegas. Terdapat insentif bagi pihak yang patuh dan disinsentif bagi yang melanggar. Sebagai contoh, kabupaten/kota yang diketahui melanggar akan mendapatkan sanksi berupa pencabutan bantuan keuangan dari Pemprov. Di dalamnya juga termuat Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Satpol PP dalam melakukan penertiban atau eksekusi di lapangan jika menemukan adanya pelanggaran. “Perda hasil revisi ini harus menjadi solusi dari berbagai persoalan. Kita tidak memberikan ruang bagi para pelanggar,” bebernya. Sementara itu, revisi Perda KBU mendapat sambutan dari kalangan pengembang properti. Ketua REI Jabra Irfan Firmansyah menilai, KBU punya fungsi strategis sebagai penyangga air sehingga perlu diatur secara khusus. Pihaknya khawatir jika terjadi pembangunan sporadis di kawasan tersebut maka akan menimbulkan dampak negatif bagi wilayah Bandung. “Pada prinsipnya kami setuju adanya pengaturan tapi bukan moratorium, 20 persen lahan terbangun dan 80 persen lahan terbuka,” katanya. Dia mengakui KBU menjadi incaran banyak pengembang. Kondisi Bandung yang sudah padat membuat pengembang mengincar wilayah utara karena punya udara yang lebih sejuk dan bersih. Kondisi ini membuat harga lahan di KBU semakin mahal mengingat tingginya permintaan dibandingkan ketersediaan lahan yang dijual. Namun, para pengembang biasanya membeli lahan milik perorangan dan bukan lahan yang menjadi daerah resapan air. “Lahannya (KBU) banyak dicari, terutama investor dari Jakarta. Harganya juga tinggi, biasanya beli tanah/rumah milik warga,” ucapnya. Menurutnya, kalangan pengembang juga berharap Pemprov sebagai pihak yang berwenang menerbitkan rekomendasi izin tetap berkomitmen tinggi menjadikan KBU sebagai lahan konservasi, di antaranya memperluas lahan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ir. H. Djuanda. Lahan-lahan milik warga yang sudah dibeli sebaikanya langsung ditanami oleh jenis yang punya daya serap air tinggi demi mencegah erosi dan banjir. Seperti diketahui, luas KBU lahan dibagi dalam tujuh zona mulai dari L1 yang menjadi daerah kawasan lindung, zona khawasan khusus, dan mempunyai risiko bencana tinggi. Zona dengan luas 17.107,93 hektare ini memiliki luas lahan yang terbangun mencapai 7,26%. Zona L2 memiliki luas 7.945, 98 hektare memiliki luas lahan terbangun sebesar 24,08%. Adapun zona B1, B2, B3, B4, dan B5 kondisinya cukup memprihatinkan akibat alih fungsi lahan. Namun, pada draf revisi perda KBU yang masih dalam tahap penggodokan, kelima zona tersebut diberi sedikit toleransi dari sisi pembangunan namun tetap harus mengikuti sejumlah prosedur dan proses izin yang telah ditetapkan. Zona B1 dengan luas lahan 2.344,25 hektare memiliki lahan terbangun mencapai 26,48%. Zona B2 memiliki luas 207,38 hektare dengan lahan terbangun 99,34%. Zona B3 memiliki luas 8.612,02 hektare dengan lahan terbangun 22,86%. Sementara Zona B4 memiliki luas 2.954,31 hektare dengan lahan terbangun sebesar 89,51%. Sedangkan zona B5 memiliki luas 2.142,42 hektare dengan lahan terbangun mencapai 85,54%.