Bandung, (PR).-Pemerintah provinsi Jawa Barat akan mengusulkan pembiayaan pembangunan dan pengelolaan light rail transaksi (LRT) Bandung Raya didanai oleh pemerintah pusat melalui APBN. Dengan didanai dari APBN, LRT akan dianggap menjadi layanan publik dan diharapkan tidak dikenakan tarif yang mahal. LRT merupakan moda transportasi sebagai Pendampingan KeretaCepat Indonesia China yang akan diaktifkan pada 2019 nanti. Pada rapat dengan Menteri Perhubungan kemarin menyinggung soal LRT. Kami cenderung menginginkan LRT Bandung Raya nanti dibiayai oleh APBN karena APBN tidak ada BEP (break event point), tidak ada pay back period, dan laba rugi. Ya maksudnya kategori ini layanan publik. Insya Allah dengan APBN tarip lebih murah. Saya khawatir kalo di kelola oleh swasta nanti, tarip LRT mahal. LRT beres, tetapi tidak ada yang naik, aduh bahaya, ujar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (10/2/2016) Jika usaha tersebut diterima, kata dia, Pemprov Jabar maupun Pemkot Bandung harus siap jika diminta kontribusinya oleh pemerinta pusat. Yang jelas kami ingin LRT dibiayai APBN supaya tarifnya murah. Pada saatnya nanti jadi, akan meringankan beban swasta yang sudah membangun kereta cepat. Di Jakarta juga LRT didanai oleh pemerintah dan daerah dan LRT bukan berasal dari konsorsium. DKI anggarannya besar, pusat join dengan DKI. Kami (Jabar) mah sama pusatlah, tetapi tetap ada kontribusi meski tidak besar. Ini bukan keluhan, tetapi menyesuaikan dengan anggaran,ujarnya. Minimal sama Menurut dia, harapan bisa didanai APBN merupakan salah satu alternatif pembiayaan. Yang satunya lagi yaitu opsi pendanaan dari swasta. Tetapi, Heryawan ingin tarip LRT Bandung Raya nanti sama dengan tariff LRT Jakarta. Jangan sampai tarif LRT Jakarta lebih murah dari pada Bandung, mininal sama. Kalau lebih mahal, lucu. Itu alasan nonteknis, tidak ilmiah, tetapi jadi ilmiah, ujarnya. Heryawan menambahkan, LRT secara konsep keputusan itu baru. Lewat konsorsium, LRT dibahas belakangan, tentunya akanada persoalan jika KCIC sudah aktif, yakni membawa 600 penumpang, sedangkan tidak didukung dengan angkutan massal mumpuni lainnya. Masa pakai angkutan umum, butuh berapa unit? Yang ada macetnya tidak karuan. Ketika muncul ide LRT, ya diterima LRT Bandung Raya mencakup Kabupaten Bandung, Jatinagor, Tanjungsari, Sumedang, Soreang, Padalarang (Kabupaten bandung Barat), Cimahi mungkin sampai Lembang. Ya lihat nanti, katanya. Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik menambahkan, untuk menentukan tarif salahsatu faktor penentunya adalah boaya pembangunan. Kalauharganya mahal, mungkin tidak ada yang naik. Lagi dibahas anggarannya kira-kira akan menghabiskan berapa, ujarnya. Menurut dia, jika mengacu pada LRT Jakarta, tarifnya sama dengan KLR, kisaran Rp10.000. Selain menentukan tarif, tugas pemprov adalah menyesuaikan kawasan ruang untuk LRT. Harus terhubung dengan kereta cepat. Nanti stasiun akhirnya di Tegalluar. Jadi, dari sana ke Gedebage dari Gedebage ke Leuwipanjang, Leuwipanjang Padalarang kalaubisa sampai Walini. Terus Jatinangor, Tanjungsari dan ada harapan dari Gedebage ke Majalaya,ujarnya. Trase-trase tersebut kata dia akan dikaji. Yang penting konektivitasnya jelas antara kereta cepat dan LRT. Perpindahan moda jangan lebih dari 500 meter 1 km karena kami ingin memberikan pelayanan yang baik, katanya. Sumber : Harian Pikiran Rakyat | File : | Dibaca : 817 x