MAJALENGKA, (PR).- Minat petani untuk menanam cengkih di Kabupaten Majalengka terus meningkat dalam dua tahun terakhir ini. Kenaikan ini juga dipicu oleh mulai naiknya harga cengkih di pasaran yang dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi. Menurut para petani di Kecamatan Maja, Banjaran, Talaga dan Lemahsugih cengkih kini ditanam kembali para petani di hampir setiap tempat. Tempat-tempat ini di antaranya pekarangan, kebun bahkan sawah-sawah produktif sekalipun dengan alasan sawah diserang hama sehingga selalu merugi. Tak hanya itu saja hutan yang semula dibiarkan tidak ditanami, atau yang semula hutan bambu atau albasia kini beralih komoditas menjadi perkebunan cengkih. Misalnya di Blok Cikebo, Desa Sukasari, Kecamatan Argapura, lahan yang semula menjadi kebun albasia dan pohon keras lainnya kini beralih ditanami cengkih, demikian juga di Blok Cilengkrang, Kecamatan Lemahsugih. “Albasia semua mati, saya ganti dengan cengkih,” kata Dedah salah seorang petani. Piping warga Banjaran, dia kini menanam sekitar 300 pohon cengkih di kebunnya, ia pun mengganti tanaman albasia dengan cengkih karena tanaman albasia hampir seluruhnya diserang hama ulat hingga akhirnya satu per satu mati sebelum dipanen. “Cengkih kan jarang mati, dan bisa berbuah seumur hidup harganya mulai mahal kembali, saat ini harga cengkih sudah mencapai Rp 120.000 per Kg. Dulu waktu menanam albasia terbawa tren orang lain namun ternyata di kita jelek, semua mati,” kata Piping. Hal yang sama juga dilakukan Toto petani asal Blok Wates, Desa Girimulya, Kecamatan Maja, dia malah menanam cengkih disawahnya dengan alasan sawahnya selalu diserang hama sehingga selalu rugi. Dengan ditanami cengkeh diharapkan akan lebih menguntungkan karena tidak butuh modal terlalu banyak seperti halnya menanam padi. Menurut Toto, hampir semua warga di kampungnya kini kembali menanam cengkih setelah sempat dibabat karena harga anjlok, kini mereka mengetahui harga cengkih kembali melonjak dan diharapkan kembali ke masa jayanya seperti puluhan tahun lalu. Malah sekarang ini cengkih semuanya bisa jadi uang, buahnya, daun, batang semua bisa dijual dan harganya pun mahal,” kata Toto. Menurut Piping dan Toto daun cengkih yang pada jaman dulu dibuang atau dibakar begitu saja kini bisa dijual dengan harga mahal mencapai Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per Kg, tangkai cengkeh selisih harga dengan buahnya hanya sedikit. Bila harga cengkih Rp 95.000 per Kg maka gagangnya bisa mencapai Rp 45.000 hingga Rp 50.000 per Kg. Tren petani menanam cengkih diakui juga oleh Ara penjual bibit cengkih di Desa Girimulya dan sentra bibit di Desa Salagedang, Kecamatan Sukahaji. Menurutnya pedagang bibit cengkih di Girimulya setiap harinya bisa menjual sekitar 300 hingga 500 pohon dengan harga rata-rata Rp 17.500 per pohon untuk tinggi 60 cm, dan Rp 20.000 untuk tinggi 150 cm. “Lumayan banyak. Tren menanam cengkih sudah berlangsung dua tahun belakangan ini. Makanya kini banyak petani yang membuat persemaian, setelah besar saya jual di sini,” kata Omo penjual bibit cengkih. Kebanyakan petani menurutnya memilih jenis zanjibar yang bibitnya asli disemai oleh petani di Banjaran. Jenis tersebut dianggap paling unggul karena relatif minim serangan hama, buah lebih besar dan lebat, gagang pendek dan besar. Jenis lain seperti cengkih hijau, ambon atau kotak tidak begitu banyak diminati. “Sekarang juga ada pesanan asal Lemahputih sebanyak 150 pohon tinggal diangkut,” kata Omo. Senada disampaikan Nono penjual bibit lainnya. Pesanan bibit cengkih datang dari berbagai daerah yang memiliki lahan di dataran tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan bibit tersebut dia mengambil dari wilayah Indramayu, Jawa Tengah seperti Purbalingga, Cilacap, Banyumas atau Rembang karena di penangkar bibit Majalengka masih kurang. Caption foto: